Jangan Hitung-Hitungan


(2 Korintus 9:6)

 

Seorang pasien berobat ke rumah sakit THT (Telinga Hidung Tenggorokan). Ia mengeluh kepada dokter spesialis karena gangguan pada telinganya.


Pasien: Dok, telinga saya enggak sengaja kemasukan kacang hijau. Sekarang jadi sakit banget.
Dokter: Mari saya periksa. (Dokter itu menyorotkan lampu kecil pada
telinga si pasien dan memeriksanya dengan saksama.)
Pasien: Bagaimana, Dok?
Dokter: Wah, kasus yang sulit. Hanya ada dua cara untuk mengeluarkan biji tersebut.
Pasien: Apa, Dok? (Merasa semangat dan ada harapan.)
Dokter: Cara yang pertama adalah operasi. Namun, biayanya dua juta.
Pasien: Mahal amat sih, Dok! Ada yang gratis tidak, Dok?
Dokter: Cara yang kedua itu gratis! Anda cukup bersabar saja!
Pasien: Wah, boleh tuh, Dok. Bersabar bagaimana maksud Dokter?
Dokter: Maksud saya, siram saja telinga Anda dua kali sehari. Setiap pagi, panas-panaskan di sinar matahari. Nah, di sini Anda harus bersabar! Setelah kecambahnya bertumbuh, baru cabutlah!

Saat ini, dunia serasa disibukan oleh ancaman wabah virus.... setiap orang berlomba-lomba mencari obat, bahan makanan, dll.... tak peduli biaya maupun waktu, demi menghindari wabah tersebut. Padahal sebelum maraknya wabah virus terjadi, orang-orang begitu enggan menjaga kesehatan lantaran biaya untuk cek kesehatan maupun menjaga kesehatan itu cukup mahal (katanya....). Kok untuk kesehatan hitung-hitungan....?

Banyak orang Kristen yang secara materi berkelimpahan justru sulit sekali menyatakan kemurahan hatinya buat diri sendiri, apalagi terhadap orang lain.  Mereka tidak mau peduli, bersikap masa bodoh terhadap apapun.  Orang yang kikir disebut pula sebagai orang yang tamak yang terikat pada uangnya dan bisa jadi hidupnya diperhamba oleh uang.  Ia tidak berkuasa atas uangnya, tetapi uangnya berkuasa atas dirinya sehingga mengumpulkan uanglah yang menjadi tujuan dan kesenangan hidupnya.  Ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang dimilikinya dan selalu merasa kurang untuk mengumpulkan harta dunia.

Oleh sebab itu orang yang kikir tidak pernah merasa bahagia, sebab apa yang memenuhi hati dan pikirannya hanyalah materi dan terus materi.  Ia berusaha begitu rupa untuk selalu mendapatkan uang, tetapi sulit dan susah hati kalau harus mengeluarkan uang.  Untuk diri sendiri dan keluarga saja rasanya sayang mengeluarkan uang, apalagi untuk menabur atau mendukung pekerjaan Tuhan, yang baginya adalah sebuah kerugian besar.

Dengan demikian, Seringkali kali kita seperti orang-orang yang menahan berkat Tuhan yang sudah diberikan, sehingga kita kehilangan berkat sukacita dari Tuhan yang tidak bisa dibeli dengan apapun. (WKP)