Harapan, Persepsi mengenai Kenyataan, dan Respon kita


Mat 5:21  Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. 

Mat 5:22  Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. 

Mat 5:23  Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, 

Mat 5:24  tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. 

Mat 5:25  Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. 

 

Pada suatu hari, seorang istri yang sudah 4 tahun menikah mengobrol dengan suaminya. Ia katakan bahwa, dalam hidup perkawinan mereka, cinta suami yang dulunya menggebu dan tingkat romantisme sudah mulai menurun dan terganti dengan toleransi saja. Sang suami jarang mengecupnya. Jarang membelainya… bahkan lebih sering memandang mata anjing mereka daripada mata istrinya. Harapan sang istri adalah hidup harus lebih indah dari begitu  Maka, sang istri berkata, “Say, Kamu adalah suami baik yang sudah bekerja keras, kita sudah punya rumah. Gajimu juga baik. Kamu juga rapih. Selain itu, kamu rajin ke Gereja tiap minggu. Tapi boleh ga aku minta satu hal saja? Kita bikin aturan.”  Si suami bertanya. “Apa yang kamu inginkan?.. Adakah yang aku belum berikan? Mau hape baru? Alat masak? Atau apa?”

Si istri berkata, “Sesibuk apapun bisa ga seminggu sekali kita dinner berdua di luar rumah seperti waktu kita pacaran. Itu jadikan aturan kita.”  Sang suami terdiam lalu menganggukkan kepala.

Tiga bulan kemudian, sang suami sungguh memenuhi keinginan dan aturan sang istri. Sejak percakapan mereka minggu depannya di Kamis malam, mereka makan di Din Tai Fung. Dua minggu kemudian, mereka makan di Duck King. Ada juga saat mereka makan di Wing Heng… dan sebagainya… Namun sang istri masih merasa, hubungan romantik yang dulu membara, tetap tidak kembali… Bahkan semakin membosankan… Apa yang salah…..?   Setiap dinner, sang suami memandang wajah ceria dari …hape nya dan bukan istrinya…. Bahkan sambil menyendok makan, ia mengirim pesan ke rekan Bisnis melalui WA.  Harapan sang istri tidak terpenuhi walaupun sang suami memenuhi kehendak dan aturannya.  Kenapa? Karena hati sang suami ada di tempat lain, ketika mereka bersama. Ada hal yang lebih ia pentingkan daripada kehadiran sang istri dan kerinduannya, Akibatnya, harapan sang istri pupus. Si suami sendiri berharap bila ia sudah ikuti aturan dan kata-kata sang istri, urusan sudah beres,..

Orang Israel menyadari bahwa, dalam hubungan kita dengan Tuhan, manusia punya bebagai harapan pada Tuhan. Misalnya, kalau kita hidup saleh dan ikut perintah-Nya, maka kita harapkan agar anak-anak kita akan diberkati, berpendidikan tinggi, cukup sejahtera, dan sehat. Bila kita melayani Dia kita akan punya banyak sahabat. Itu harapan kita….  Sama seperti sang istri di atas memiliki harapan bila ia sering bersama suami dan ia mengikuti aturan yang disepakati…cinta jadi kembali meluap.

Di dalam hidup, bila harapan itu terwujud, kita merasa diberkati dan sebagai respon kita semakin bersyukur.  Sebaliknya bila kita mendapatkan kenyataan yang jauh dari harapan, sebagai respon kita bisa kecewa pada Allah bahkan, marah dan menjauh….  Maka, untuk mencegah kekecewaan, maka orang Israel seperti bangsa-bangsa di timur tengah mencoba hidup setaat mungkin dengan semua aturan dan tatakrama agamawi. Namun di balik ketaatan dan harapan religius serta respon mereka tersebut ada motiv dan harapan mereka yang perlu kita dalami.

Ketika Tuhan Yesus berada di bukit dan berkotbah, orang mengharapkan bahwa, Ia akan menambah, merincikan, dan menjelaskan berbagai peraturan yang ada.  Nyatanya, dalam kotbah di bukit, Tuhan Yesus menjelaskan bahwa, Ia tidak membuang semua aturan …tapi menggenapinya…. Artinya membuat jadi lengkap dan utuh.  Menggenapi artinya, ikuti aturan dan tahu aturan saja tidak lengkap.. Sama seperti kita membuat sayur asem yang mengandung jagung, kacang Panjang, labu, dll, namun tidak ada asemnya.

Dalam  Mat 5, Ia mengatakan, kamu sudah dengar bahwa….. blah blah blah, tapi Aku mengatakan kepadamu…..blah blah blah. Kata “tapi” menunjukkan ada hal yang lebih penting harus kita kenali.

Tuhan berbicara tentang hukum jangan membunuh. Dalam keluaran 20 yaitu uraian mengenai 10 Hukum hal ini jelas. Tuhan tidak menganggap hal ini ringan.  Namun, Ia juga memperdalam hal ini. Ia mengajak pendengarnya memahami mengapa orang mau membunuh? Mat 5:21  Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.  Mat 5:22  Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum. 
 

Tuhan menunjukkan bahwa, respon tindakan untuk membunuh adalah karena, kenyataan membuat orang menjadi marah. Kemarahan adalah akar keinginan melenyapkan orang lain. Entah Harapan apa yang tidak terwujud… respon ini kuat. Dalam Bahasa aslinya, ini adalah kemarahan yang menyala—tidak dapat dipadamkan… Mat 5:25  Segeralah berdamai dengan lawanmu  Jadi kita dapat mengatasi kemarahan dan respon ingin membunuh dengan mendamaikan diri dengan orang yang merugikan atau menyusahkan. Tuhan Yesus mengajarkan jangan hanya mengenali tindakan, termasuk tindakan jahat atau religius.  Kita harus mengenali akar dari tindakan kita. Bila ingin membunuh karena ada kemarahan yang mendalam. Ingin berzinah, karena ada hawa nafsu di dalam diri… Semua perilaku berakar pada keinginan atau apa yang ada di batin kita.

Jadi, di dalam batin itu, ada dua keinginan yang berperang… Keinginan yang merupakan harapan pertama adalah keinginan mementingkan diri sendiri, termasuk dengan melalui hidup taat aturan agama, melayani, memegang teguh doktrin, dan berbagai tatakrama. Semua dilakukan demi mendapatkan berkat… Keinginan yang kedua mungkin adalah hidup taat karena itulah ekspresi cinta kita dan kerinduan mengalami kasih-Nya. Sehingga kalau kenyataan yang hadir tidak cocok dengan harapan kita,,, tetap cinta kita diperdalam. Disini Ia yang jadi pusat,.bukan keinginan kita.

Jelas disini, setiap hari di dalam diri kita ada medan perang antara motivasi mementingkan diri dan motivasi menjadikan Allah sebagai pusat. Jadi tugas kita bukan hanya taat dan patuh pada kata-kata Tuhan. Tugas kita adalah mengenali hati Tuhan dan menjadikan hati kita seperti hati-Nya. Ini akar kemenangan bila Anda hidup dengan cara itu. Tapi hal ini akan sering jadi akar masalah bila diabaikan. (RIC)