Apa Yang Akan Dilakukan Ketika Keragu-raguan Terhadap Realita Hidup Menerpa Anda?


Pernahkah Anda ke penjara?  Mungkin sebagian di antara kita belum pernah dan sebagian lainnya pernah berkunjung ke penjara.  Terus terang, penjara adalah tempat yang paling tidak mengenakan untuk dikunjungi, apalagi harus tinggal di sana.  Suasana yang digambarkan melalui cerita-cerita dari mereka yang pernah terpaksa tinggal di penjara atau pun gambaran yang diperlihatkan oleh film-film yang pernah kita tonton memberitahukan bahwa penjara bukan saja merampas kebebasan mereka yang tinggal di dalamnya namun lebih daripada itu merupakan tempat yang keras, penuh perjuangan hidup yang berat dan karenanya hukum rimba kemudian berlaku.  Siapa yang paling bisa bertahan adalah mereka yang bisa beradaptasi dengan kondisi yang ada di dalam penjara.  Mereka yang tidak kuat secara mental (dan mungkin juga kekuatan fisik dan materi), adalah mereka yang mungkin paling rentan untuk menghadapi tekanan-tekanan yang bisa membuat mereka tidak mampu bertahan. 

Di dalam penjara yang penuh dengan tekanan seperti inilah, Yohanes Pembaptis sekarang berada (Matius 11:2). Sudah beberapa waktu ia terpaksa menetap di sana.  Karena kritikan kepada raja Herodes Agripa yang mengambil isteri saudaranya sendiri yang menyebabkan Yohanes dijebloskan ke dalam penjara.  Bayangkan ketidaknyamanan yang harus dihadapi dan mungkin juga siksaan fisik yang menerpanya setiap saat.  Kondisi kehidupan penjara di zaman dulu jauh dari prikemanusiaan.  Berat baginya hidup dalam kondisi yang menderita seperti itu.  Adalah wajar jikalau ia berharap satu hari bisa dilepaskan dari penjara.  Dia tahu tidak dapat mengharapkan manusia karena yang menjebloskannya ke dalam penjara adalah penguasa yang paling tinggi di Yudea.  Satu-satunya harapan adalah diletakkan kepada Mesias , yang sudah dia kumandangkan kehadirannya. Ia meyakini Yesus adalah Mesias, namun Yesus tidak datang untuk melepaskannya.

Di titik inilah terjadi pergumulan antara apa yang dipercayai dengan kenyataan yang dihadapi.  Iman kepercayaan Yohanes Pembaptis mengatakan bahwa Yesus adalah Mesias.  Ia sudah pernah melihat tanda-tandanya.  Ia juga mendapatkan informasi ciri-ciri kemesiasan, melalui mujizat-mujizat yang dihadirkan-Nya,  yang menyertai Yesus.  Ia juga yakin, Mesias akan datang membebaskannya dari kungkungan penjara.  Setiap hari ia berharap imannya terwujud dan kebebasan bisa didapatkan.  Setelah sekian lama menanti, Yesus tidak pernah datang untuk membebaskannya. Imannya berbeda dengan kenyataan hidup yang dihadapinya.  Ia menjadi ragu; entah ragu kepada kemesiasan Yesus atau kepada imannya sendiri. 

Pernahkah Anda menghadapi keraguan seperti ini –sebuah keraguan yang mempertanyakan kepercayaan yang selama ini kita yakini?  Ketika doa-doa kita tak terjawab.  Ketika sakit yang tak kunjung sembuh dan masalah yang tak pernah sirna mendera.  Ketika ekonomi keluarga tidak pernah kunjung membaik padahal kita sudah bekerja keras dan berpasrah diri.  Ketika penderitaan menghampiri akibat iman yang kita sandang.  Ketika harapan-harapan dalam kehidupan tidak pernah menjadi kenyataan.  Ketika masalah tak kunjung padam walaupun sudah menaruh di tangan Allah.  Anda dan saya pernah menghadapi realitas seperti itu. Apakah, dalam situasi-situasi seperti itu, Anda  pernah meragukan iman  kepada Allah atau meragukan Allah sendiri?  Mungkin pernah, karena keragu-raguan adalah tanda kehidupan; sebuah tanda bahwa Anda memikirkan dengan serius iman kepada Allah ketika menghadapi realitas pahit kehidupan. Anda yang masih hidup pasti pernah merasakan keraguan bahkan dalam relasi iman kepada Allah.

Apa yang Anda lakukan ketika kerguan seperti ini menerpa?  Ketika Yohanes Pembaptis diterpa oleh keraguan seperti itu,  ia –melalui murid-muridnya—bertanya kepada Yesus dengan pertanyaan sederhana “Engkaukah yang akan datang itu atau haruskah kami menantikan orang lain?” (Matius 11:3).  Catat, di dalam keraguan ia tetap datang kepada  Kristus untuk menjawab keraguan iman dalam menghadapi kenyataan pahit-getir kehidupan. Dengan melakukan hal seperti ini, Yohanes Pembaptis menyadari bahwa, bukan manusia,  hanya Tuhan yang dapat memberi jawab yang pasti.  Jawaban Tuhan Yesus juga sangat sederhana: “…orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta tahir, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik.  Dan berbahagialah orang yang tidak menjadi kecewa dan menolak Aku” (Matius 11:5-6).  Dengan mengatakan semua itu, Yesus hanya mau menegaskan bahwa Ia adalah Mesias.  Dia ingin Yohanes Pembaptis meyakini kemesiasan-Nya. Namun Yesus juga ingin menegaskan bahwa apa yang diinginkan oleh Yohanes Pembaptis, yaitu kebebasan dari tawanan penjara melalui revolusi politik bukanlah sesuatu hal yang akan dikerjakan oleh Yesus.  Yesus mengoreksi iman Yohanes Pembaptis yang salah arah; sebuah kesalahan yang bisa saja menjerumuskan dia ke dalam kekecewaan yang paling dalam. Saya tidak tahu apakah dengan jawaban seperti itu Yohanes Pembaptis diyakinkan.  Bisa iya bisa juga tidak.  Namun, Matius tidak lagi mencatat soal keraguan Yohanes Pembaptis sampai dengan kematiannya.

Apa yang Anda lakukan ketika keraguan iman itu muncul?  Isteri Ayub mengutuki Tuhan ketika keraguan iman itu muncul.  Demas, salah satu murid Paulus meninggalkan pelayanan yang menjadi panggilannya ketika menghadapi persoalan iman yang tidak koheren dengan kenyataan hidup.  Yunus juga melarikan diri.  Dan Yudas Iskariot mengkhianati Yesus.  Apapun bisa dilakukan ketika keraguan menjadi kekecewaan.  Pilihannya memang ada di tangan kita.  Namun, seperti Yesus mengingatkan Yohanes Pembaptis “berbahagialah orang yang tidak kecewa dan menolak Aku” di dalam keraguan, Dia juga mau mengingatkan kita untuk tetap percaya (dalam arti bersandar) kepada-Nya meskipun situasi kehidupan tidak berjalan mulus.  Dan memang kehidupan iman tidak pernah akan mulus, kalau kita mau tetap setia kepada iman kita.

Yesus tidak menjanjikan kebebasan dari masalah, pun Ia tidak pernah menjanjikan akan membebaskan kita dari masalah ketika masalah itu menerpa.  Namun Ia menjanjikan penyertaan, kekuatan dan kebahagiaan atau berkat, asalkan kita setia dan  tetap berpegang kepada-Nya di dalam segala pergumulan hidup yang kita hadapi.  (SW).